Apapun bentuk dari pungutan yang berasal dari masyarakat, wajib hukumnya transparan pengelolaannya.
Oleh: Zulkifli Malik
Tes kesehatan dan psikologi untuk pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) dirancang untuk memastikan bahwa pengemudi memiliki kompetensi fisik dan mental yang layak demi keselamatan berlalu lintas.
Namun, pelaksanaannya tidak luput dari kritik, khususnya terkait pengelolaan dana yang diperoleh pengelolah atau perusahaan pihak ke tiga yang diamanahkan menarik biaya tes di seluruh di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel).
Salah satu kekhawatiran utama masyarakat adalah bahwa dana ini tidak termasuk dalam kategori resmi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga aliran dan penggunaannya menjadi tidak transparan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang efektivitas sistem yang ada.
Pengelolaan dana yang tidak jelas menimbulkan risiko besar terhadap legitimasi program ini.
Dana yang seharusnya dialokasikan untuk mendukung fasilitas tes, pelatihan tenaga evaluasi atau peningkatan layanan, justru tidak dapat dilacak dengan baik.
Jika dana tidak masuk ke kas negara, maka pemerintah kehilangan kendali atas penggunaan sumber daya tersebut, membuka peluang untuk penyalahgunaan atau pemborosan yang merugikan masyarakat luas.
Penting bagi lembaga pengelola untuk menyadari bahwa setiap pungutan yang diterima adalah amanah dari masyarakat.
Ketika kepercayaan publik terhadap sistem mulai terkikis, itu adalah sinyal bahwa reformasi harus segera dilakukan.
Laporan keuangan yang transparan adalah langkah pertama untuk menjawab kritik.
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan, lembaga pengelola harus memastikan bahwa setiap dana yang terkumpul digunakan secara efektif untuk memperbaiki layanan dan mendukung keselamatan berkendara.
Selain transparansi, kualifikasi tenaga medis dan psikolog yang melakukan tes juga menjadi sorotan.
Kritik masyarakat tidak hanya terkait dengan aliran dana, tetapi juga pada kualitas evaluasi yang diberikan.
Jika evaluator tidak memiliki sertifikasi atau pelatihan yang memadai, maka hasil tes menjadi diragukan.
Hal ini tidak hanya merugikan pemohon SIM tetapi juga masyarakat, karena pengemudi yang tidak memenuhi syarat bisa saja lolos uji.
Dengan kondisi ini, keselamatan di jalan raya dipertaruhkan.
Lembaga pengelola harus bertanggung jawab atas dua hal utama: pertama, bagaimana dana pungutan digunakan; kedua, bagaimana dana tersebut meningkatkan kualitas layanan.
Transparansi tidak bisa ditawar, terutama ketika menyangkut dana publik.
Reformasi yang meliputi audit keuangan menyeluruh, pelaporan yang dapat diakses publik, dan aturan jelas tentang alokasi dana adalah langkah fundamental yang harus segera diterapkan.
Pengelolaan dana yang tidak transparan juga memiliki dampak sosial yang signifikan.
Masyarakat kehilangan rasa percaya terhadap institusi yang seharusnya bertugas memastikan keselamatan mereka.
Tanpa kepercayaan, setiap kebijakan baru yang diperkenalkan akan selalu disambut dengan skeptisisme.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa sistem ini tidak hanya adil tetapi juga terlihat adil di mata masyarakat.
Salah satu langkah penting adalah memasukkan pungutan biaya ini ke dalam kategori resmi PNBP.
Dengan demikian, setiap aliran dana dapat dipantau dan diaudit sesuai standar pengelolaan keuangan negara.
Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan akuntabilitas tetapi juga memberikan kejelasan kepada masyarakat bahwa dana tersebut digunakan untuk tujuan yang benar-benar relevan dengan keselamatan berkendara.
Nah, pengelolaan dana pungutan tes kesehatan dan psikologi untuk pemohon SIM membutuhkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik.
Reformasi dalam sistem ini akan menjadi langkah besar untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Lembaga pengelola harus berani menjawab kritik dengan langkah konkret, mulai dari memperbaiki sistem pelaporan hingga meningkatkan kualitas tenaga evaluasi.
Jika tidak segera diatasi, isu ini akan terus menjadi hambatan dalam menciptakan sistem keselamatan berlalu lintas yang lebih baik di Indonesia.
Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan dan hasil nyata dari setiap pungutan yang mereka bayarkan.
Bahkan masyarakat berhak mengetahui, siapa pihak ke tiga yang dipercayakan oleh pihak kepolisian melakukan pengelolaan pungutan dana tes kesehatan dan Psikology pemohon SIM. (Bersambung)