Penerbitan dan penandaan Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan langkah penting dalam memastikan kelayakan pengemudi, baik dari sisi kesehatan jasmani maupun rohani dan bentuk integritas pemohon SIM.
Oleh: Zulkifli Malik
Hal ini sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 5 Tahun 2021, di mana pasal 11 dan 12 menggarisbawahi siapa saja yang berwenang melakukan uji kesehatan jasmani dan rohani bagi pemohon SIM.
Meskipun telah ada panduan regulasi, masih ditemukan sejumlah tantangan dalam pelaksanaannya, terutama terkait dokter dan lembaga psikologi yang menerbitkan surat kelulusan secara tidak sesuai aturan.
Sesuai dengan Perkap, uji kesehatan rohani (psikologi) dapat dilakukan oleh psikolog dari Polri atau lembaga luar dengan syarat mendapat rekomendasi dari Biro Psikologi SSDM Polri.
Sementara itu, uji kesehatan jasmani wajib dilakukan oleh dokter yang telah mendapat rekomendasi dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri atau Bid Dokkes Polda.
Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga integritas dan obyektivitas hasil uji, memastikan bahwa hanya calon pengemudi yang memenuhi syarat kesehatan dapat memperoleh SIM.
Namun, dalam pelaksanaannya, pengujian sering kali dilakukan oleh lembaga yang belum terverifikasi atau tidak mematuhi prosedur rekomendasi sebagaimana ditetapkan oleh Perkap.
Ketidakpatuhan ini memunculkan sejumlah risiko, seperti minimnya akurasi hasil tes dan adanya potensi manipulasi dalam penerbitan surat kelulusan.
Ketertiban terhadap lembaga dan dokter yang melanggar aturan menjadi langkah mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem penerbitan SIM.
Keputusan Polri untuk memberlakukan pengujian psikologi oleh lembaga luar merupakan upaya untuk menjaga obyektivitas dan meminimalisir konflik kepentingan.
Meski begitu, tantangan muncul ketika lembaga-lembaga tersebut tidak mengikuti regulasi, mengakibatkan proses uji menjadi kurang kredibel.
Mengatur dan menertibkan lembaga ini, sebagaimana dinyatakan oleh Polri, menjadi langkah penting dalam memastikan validitas hasil uji dan kelayakan pengemudi.
Selain itu, kolaborasi antara Polri dan media sangat penting dalam meningkatkan transparansi.
Informasi terkait layanan dan penanganan regulasi harus disampaikan secara jelas kepada masyarakat agar mereka memahami proses penerbitan SIM
. Media menjadi mitra strategis dalam memberikan pengawasan publik terhadap implementasi kebijakan, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kelayakan uji kesehatan jasmani dan rohani.
Penting untuk menyadari bahwa keberadaan rekomendasi dari lembaga yang berwenang bukan sekadar formalitas, melainkan upaya untuk menstandarkan proses dan menjaga kualitas pengujian.
Tanpa adanya kontrol yang ketat, potensi penyalahgunaan oleh oknum tertentu bisa terjadi, merugikan masyarakat luas. Oleh karena itu, pengawasan terhadap proses rekomendasi harus dilakukan secara menyeluruh dan konsisten.
Langkah lebih lanjut yang dapat dilakukan adalah memperkuat kapasitas lembaga penguji, baik internal maupun eksternal. Pelatihan intensif bagi dokter dan psikolog serta sertifikasi sesuai standar nasional menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan setiap hasil uji memiliki kredibilitas tinggi.
Terkait besaran biaya yang dipungut, Dirlantas Polda Sulsel, Kombes Pol. Karsiman SIK, memberi keterangan bahwa hal itu merupakan tanggung jawab dokter ataupun psikolog memalui penekanan Kakorlantas Polri Sat/2269/X/YAN 1.1/2024 TGL 14 Oktober 2024.
Sebagai kesimpulan, tata kelola uji kesehatan dan psikologi bagi pemohon SIM adalah bagian integral dari sistem yang lebih besar untuk menjaga keselamatan berlalu lintas.
Penertiban terhadap lembaga yang tidak sesuai aturan, peningkatan pengawasan, dan transparansi publik adalah kunci untuk memperbaiki sistem yang ada.
Dengan kolaborasi antara Polri, media, dan masyarakat, diharapkan layanan yang diberikan dapat terus membaik dan memenuhi harapan publik. (*)