Pungutan tes kesehatan ataupun psikologi pada pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM), baik SIM A, B, dan C bukanlah pungutan yang masuk rana Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Lalu kemana aliran dana tersebut?
Oleh: Zulkifli Malik
Tes psikologi dan kesehatan bagi pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah langkah penting untuk memastikan pengemudi layak di jalan, baik secara fisik maupun mental.
Namun, penerapan tes ini, seperti di Sulsel, memunculkan sejumlah kritik, mulai dari ketidakjelasan standar evaluasi hingga pertanyaan mengenai pengelolaan dana yang berasal dari pungutan.
Selain itu, kualitas tenaga medis dan psikolog yang melakukan tes juga menjadi sorotan, mempertegas perlunya reformasi dalam sistem tersebut.
Nah, di seluruh Satpas SIM jajaran Polda Sulsel, tampak standar penilaian yang bervariasi antar daerah menjadi salah satu kritik utama.
Pemohon SIM sering kali menghadapi ketidakpastian tentang nilai yang harus mereka capai, karena kurangnya keseragaman dalam kriteria yang digunakan.
Di beberapa tempat, indikator kesehatan fisik seperti penglihatan dan pendengaran menjadi fokus utama, sementara aspek psikologis seperti pengendalian emosi dan konsentrasi terkadang kurang mendapat perhatian.
Ketidakjelasan ini menimbulkan kesan bahwa hasil tes bergantung pada subjektivitas tenaga evaluasi.
Kualitas tenaga medis dan psikolog yang terlibat dalam tes juga dipertanyakan oleh publik.
Beberapa pihak merasa bahwa tidak semua tenaga memiliki kualifikasi yang memadai, sehingga hasil tes yang diberikan berpotensi tidak akurat.
Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pengemudi yang akhirnya mendapatkan SIM, berisiko terhadap keselamatan di jalan raya.
Jika tenaga profesional tidak kompeten, tujuan utama dari tes yaitu meningkatkan keamanan berlalu lintas tidak akan tercapai.
Di sisi lain, pungutan biaya untuk tes kesehatan dan psikologi mengundang beragam pertanyaan publik.
Hingga kini, pungutan tersebut tidak termasuk dalam kategori Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang resmi, sehingga aliran dana tersebut sulit dilacak.
Kritik terhadap pengelolaan dana ini mencerminkan kekhawatiran bahwa pungutan yang tidak transparan dapat berdampak negatif pada masyarakat, terutama dalam hal keselamatan berkendara.
Dampak buruk dari sistem yang belum optimal ini dapat dirasakan secara luas. Masyarakat yang menggantungkan harapan pada tes yang seharusnya ketat dan objektif malah menghadapi risiko meningkatnya jumlah pengemudi yang tidak layak di jalan raya.
Selain itu, aliran dana yang tidak efisien memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi yang terlibat, termasuk di Polda Sulsel.
Reformasi menjadi mutlak untuk mengembalikan legitimasi program ini di mata masyarakat.
Untuk itu, reformasi harus mencakup penetapan standar nasional yang konsisten dalam tes kesehatan dan psikologi pemohon SIM.
Penggunaan teknologi berbasis digital untuk mengukur dan melacak hasil tes dapat mengurangi manipulasi serta memberikan transparansi kepada masyarakat.
Pelatihan tenaga medis dan psikolog yang lebih intensif juga perlu dilakukan agar mereka dapat menjalankan tugas dengan lebih profesional.
Selain peningkatan kualitas tenaga dan sistem evaluasi, penting juga untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perbaikan.
Sosialisasi mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai pengguna jalan dapat memupuk kesadaran dan keberanian untuk melaporkan ketidakadilan atau pelanggaran yang terjadi.
Dengan demikian, masyarakat menjadi bagian dari upaya menciptakan sistem yang lebih transparan, adil, dan berkualitas.
Nah, kritik terhadap tes psikologi dan kesehatan untuk pemohon SIM adalah refleksi kebutuhan akan reformasi mendalam dalam sistem ini.
Dengan meningkatkan transparansi pengelolaan dana, menetapkan standar penilaian yang seragam, dan memastikan kompetensi tenaga evaluasi, program ini dapat berjalan sesuai tujuan awal yaitu menciptakan pengemudi yang aman dan bertanggung jawab di jalan.
Masyarakat berharap perubahan segera terwujud demi keselamatan bersama dan harus jelas hasil pungutan dana tes Psikologi atau tes kesehatan pemohon SIM. (Bersambung)