Watampone – Polres Bone memberikan klarifikasi terkait penanganan empat orang terduga pengguna narkoba yang diamankan dalam operasi di jalan Manurunge, Kota Watampone beberapa waktu lalu.
Meski sempat diamankan bersama tersangka lainnya, hasil gelar perkara menunjukkan bahwa keempat orang tersebut tidak terlibat dalam tindak pidana narkotika dan tidak dapat diproses secara hukum.
Kasat Res Narkoba Polres Bone, Iptu Aditya Firmansyah , menegaskan bahwa keempat orang tersebut hanya berada di lokasi saat operasi berlangsung, sehingga ikut diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Keempat orang tersebut tidak terlibat dalam kasus narkoba, tetapi karena mereka berada di lokasi, kami amankan untuk memastikan keterlibatan mereka. Setelah dilakukan dua kali gelar perkara , tidak ditemukan cukup bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” jelasnya.
Meski hasil tes urine menunjukkan positif narkotika, Aditya menegaskan bahwa mereka tidak sedang mengonsumsi atau melakukan transaksi narkoba saat operasi berlangsung.
“Walaupun terbukti positif narkoba, tetap tidak bisa dipaksakan terlibat karena saat operasi, mereka hanya berada di tempat itu dalam konteks kegiatan lain , yakni membantu mengangkat barang,” paparnya.
Oleh karena itu, pihak kepolisian hanya bisa memberikan arahan untuk rehabilitasi , tanpa adanya intervensi hukum.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Bone, Iptu Rayendra Muchtar, juga memberikan klarifikasi terkait penyerahan keempat orang tersebut ke Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Bone. Ia menegaskan bahwa Polres Bone tidak merekomendasikan mereka untuk asesmen rehabilitasi secara wajib (compulsory) , melainkan hanya mengarahkannya sebagai asesmen sukarela (voluntary).
“Saya tidak pernah mengatakan bahwa mereka direkomendasikan oleh Polres Bone untuk rehabilitasi wajib. Yang saya sampaikan adalah bahwa mereka diserahkan ke BNNK Bone untuk asesmen sukarela , dengan pengajuan dari pihak keluarga,” tegasnya.
Rayendra juga menyayangkan adanya kesalahpahaman terkait status penyerahan keempat orang tersebut, yang memicu polemik di publik.
“Tanggapan yang menyebutkan bahwa mereka datang atas inisiatif sendiri dan bukan bagian dari penyerahan Polres Bone menimbulkan polemik liar. Yang jelas, Satresnarkoba Polres Bone tidak melepaskan mereka begitu saja ke pihak keluarg , tetapi mengarahkannya untuk asesmen rehabilitasi,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan perbedaan antara asesmen wajib (compulsory) dan asesmen sukarela (voluntary).
“Compulsory atau asesmen wajib berlaku bagi pelaku yang tertangkap dan terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, dengan berat sabu atau narkotika lainnya di bawah 1 gram . Sedangkan keempat orang ini tidak terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, sehingga tidak dapat diajukan untuk asesmen wajib,” jelasnya.
Namun, karena hasil tes urine menunjukkan penggunaan narkotika di waktu lampau, pihak kepolisian tetap mengarahkan mereka untuk rehabilitasi sukarela.
“Maka Satresnarkoba Polres Bone mengarahkan pihak keluarga untuk mengajukan asesmen sukarela, dengan pendampingan dari kepolisian,” tambahnya.
Senada dengan penjelasan dari pihak kepolisian, Sandi, petugas BNNK Bone , memberikan ilustrasi serupa.
“Misalnya dalam razia sopir, ada yang positif narkoba, maka mereka akan dianjurkan untuk rehabilitasi, tetapi tidak bisa diproses secara hukum karena tidak tertangkap tangan dalam penyalahgunaan narkotika,” jelasnya.
Keempat orang tersebut kini akan menjalani rehabilitasi inap di Balai Rehabilitasi Baddoka, Makassar, dengan pendampingan dari pihak keluarga dan kepolisian.
“Mereka adalah pemakai rutin, sehingga akan menjalani rehabilitasi inap untuk pemulihan lebih lanjut,” tegas Sandi. (*)