PR (Pekerjaan Rumah) buat kepolisian mengungkap habis penegakan hukum, penggerebekan lokasi tambang emas ilegal di di wilayah Desa Batumalonro, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, Sulsel.
Oleh: Zulkifli Malik
GOWA — Penggerebekan tambang emas ilegal di pedalaman Gowa ini adalah peringatan keras bahwa kejahatan lingkungan masih beroperasi di jantung Sulawesi Selatan.
Lokasi tambang yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki lima kilometer dari jalan poros, menandakan betapa sistematisnya kegiatan ini disembunyikan dari pantauan aparat.
Polres Gowa memang telah menyegel lokasi, menyita alat, dan memasang garis polisi. Namun publik menunggu langkah berikutnya: siapa pemilik modal di balik operasi ilegal itu?
Pemilik tambang ilegal tak bisa berlindung di balik alasan ekonomi. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, siapa pun yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin bisa dipenjara 5 tahun dan didenda hingga Rp100 miliar.
Jika aktivitas itu berada di kawasan hutan, pelaku juga melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Sementara, Presiden Prabowo Subianto sudah menegaskan: “Sikat habis tambang ilegal di seluruh Indonesia.”
Perintah itu bukan basa-basi politik, tapi sinyal perang terhadap perampok sumber daya alam. Aparat di daerah wajib menerjemahkannya dalam tindakan nyata.
Publik berharap, penyidik Polres Gowa harus berani menelusuri rantai ekonomi gelap tambang emas ilegal ini.
Dari siapa alatnya dibeli, siapa pengangkut material, hingga siapa penadah emasnya. Tambang ilegal mustahil berjalan tanpa jaringan modal besar. Maka hukum jangan berhenti di pekerja lapangan harus naik ke meja pengendali.
Tulisan ini kembali mengingatkan, tambang tanpa izin berarti hutan yang terkoyak, sungai yang tercemar, dan tanah yang mati.
Jika ditemukan penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri, maka pelaku bisa dijerat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Inilah wajah sesungguhnya kejahatan tambang: merusak bumi dan mematikan kehidupan.
Menelisik sisi penyelamatan lingkungan, sesuai Pasal 119 UU Minerba, pemerintah berhak mencabut izin, menyita aset, dan memaksa pelaku melakukan pemulihan lingkungan.
Aparat harus menjalankan pasal ini dengan penuh keberanian. Publik juga berhak tahu berapa kerugian negara, berapa luas wilayah rusak, dan siapa di balik bisnis emas ilegal itu.
Nah, kasus tambang Gowa jangan dibiarkan menguap seperti kabar panas yang cepat dingin.
Polres Gowa harus membuktikan bahwa hukum masih tajam ke atas. Keberanian menindak pemilik modal akan menjadi tolak ukur apakah hukum masih berpihak pada rakyat atau tidak!
Diketahui, selama dua bulan tambang emas ilegal ini sudah melakukan operasi. Artinya, tampak lemahnya pengawasan di tingkat kabupaten dan provinsi jadi celah suburnya tambang ilegal.
Saat izin disalahgunakan dan aparat lokal tutup mata, hukum kehilangan makna. Karena itu, perlu audit menyeluruh atas tata kelola tambang di Sulsel termasuk siapa yang bermain di balik izin-izin abu-abu.
Tambang emas ilegal bukan hanya soal perut bumi yang dijarah, tapi juga soal moral yang dirusak.
Bila hukum kembali tumpul ke atas, publik akan kehilangan kepercayaan. Kini saatnya aparat membuktikan, bahwa negara tak takut pada mafia tambang, dan hukum bukan barang dagangan. (*)