:
MANGGARAI– Sorotan tajam kembali tertuju pada kinerja aparat penegak hukum di Manggarai, menyusul desakan dari Ketua Gerakan Pembebasan Manusia (GPM), Sugianto, yang meminta Kapolres Manggarai segera mengevaluasi, bahkan mencopot Kepala Satuan Reskrim Polres Manggarai.
Pernyataan ini mencuat bukan tanpa alasan, melainkan terkait praktik ilegal pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar yang terjadi di salah satu SPBU di Ruteng.
Ironisnya, solar bersubsidi itu diduga kuat kemudian dijual ke kapal-kapal pesiar mewah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Sugianto tak segan menyatakan bahwa lemahnya pengawasan dari aparat Polres Manggarai menjadi pintu masuk utama praktik melanggar hukum ini.
Ia bahkan menduga ada unsur pembiaran dari pihak SPBU maupun Kasat Reskrim sendiri. Pernyataan ini jelas merupakan tamparan keras yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Jika kita menilik peraturan perundang-undangan, penyalahgunaan BBM bersubsidi telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam Pasal 53 hingga 58, disebutkan bahwa pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi, termasuk pengangkutan, niaga, dan penimbunan, dapat dikenai sanksi pidana maksimal enam tahun penjara serta denda hingga Rp 60 miliar.
Fakta ini seharusnya menjadi alarm serius bagi aparat hukum untuk bertindak, bukan diam.
Sugianto menutup pernyataannya dengan harapan sederhana namun tegas: Aparat Penegak Hukum (APH) diharapkan dapat bekerja serius dalam memberantas mafia solar yang terus merugikan negara dan masyarakat.
Sudah saatnya kepentingan publik ditempatkan di atas segalanya, bukan dikesampingkan demi keuntungan segelintir oknum. (*)