Makassar – Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional 2025 di pertigaan Jalan Alauddin–Pettarani, Rabu (24/9/2025).
Massa aksi membawa poster berisi tuntutan, membakar semangat dengan orasi politik yang menyoroti ketimpangan agraria yang tak kunjung terselesaikan.
Jenderal lapangan aksi, Doni, menegaskan bahwa peringatan Hari Tani Nasional kali ini adalah bentuk perlawanan terhadap absennya negara dalam menjamin keadilan bagi petani. Menurutnya, pemerintah justru berpihak pada korporasi dengan membiarkan praktik perampasan tanah, penggusuran masyarakat adat, hingga kriminalisasi pejuang agraria.
“Seharusnya negara hadir melindungi petani, tetapi faktanya negara malah menjadi pelindung korporasi. Proyek strategis nasional (PSN) dijadikan dalih untuk menggusur rakyat, sementara tidak ada manfaat nyata bagi kesejahteraan petani,” tegas Doni.
Ia juga mengecam keras keterlibatan aparat kepolisian dan TNI dalam konflik agraria. Alih-alih menjaga rakyat, aparat justru disebut berubah menjadi alat bisnis untuk melanggengkan kepentingan pengusaha di sektor tanah.
“Hari ini polisi dan tentara bukan lagi pengayom rakyat, tetapi penjaga bisnis yang tega melakukan perampasan, pengusiran, hingga pembunuhan terhadap petani yang mempertahankan tanahnya,” ujarnya.
GRD menegaskan enam poin tuntutan utama dalam aksi tersebut:
1. Tanah untuk rakyat, ganyang perampas tanah.
2. Bebaskan seluruh tahanan politik tanpa syarat.
3. Wujudkan reforma agraria sejati.
4. Hentikan kriminalisasi masyarakat adat dan petani.
5. Tolak perampasan tanah serta ruang hidup rakyat atas nama PSN.
6. Cabut UU TNI, kembalikan tentara ke barak, dan wujudkan upah layak bagi buruh.
Di penghujung aksi, Doni menutup orasinya dengan seruan keras: “GRD mengutuk keras setiap bentuk keterlibatan aparat dalam kekerasan, perampasan, dan penghilangan nyawa petani. Tanah adalah hak rakyat, bukan milik korporasi!”