MAKASSAR– Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komite Pejuang Demokrasi Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di depan Hotel Claro , Jalan A.P. Pettarani, Makassar, Senin (5/5) sebagai bentuk protes atas kelalaian pihak hotel, kolam renang kembali menelan korban jiwa, baru baru ini .
Pengunjuk rasa menilai, insiden tragis ini semakin menguatkan dugaan bahwa hotel tersebut tidak memenuhi standar keselamatan yang seharusnya diterapkan, serta menimbulkan pertanyaan besar terkait kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Aksi ini didasarkan pada fakta bahwa kejadian serupa bukan pertama kali terjadi memunculkan kekhawatiran masyarakat terkait fasilitas, pelayanan, serta keabsahan dokumen hukum yang dimiliki hotel tersebut.
Para pengunjuk rasa mempertanyakan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) , Izin Mendirikan Bangunan (IMB) / Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) , serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang seharusnya menjadi bukti sah kelayakan operasional hotel.
“Kami mempertanyakan dokumen hukum yang wajib dimiliki hotel ini. Jika tidak bisa menunjukkan keabsahan dokumen tersebut, maka sudah sepatutnya hotel ini ditutup sementara, bahkan bila perlu kami akan menutupnya secara paksa,” tegas Gube, Jenderal Lapangan aksi ini.
Ia meneriakkan, Hotel Claro diduga melanggar berbagai regulasi , termasuk UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan , serta Peraturan Menteri PUPR Nomor 12 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung .
Selain itu, lanjut pengunjuk rasa, PP No. 16 Tahun 2021 mengatur peralihan IMB ke PBG, sementara UU No. 32 Tahun 2009 menegaskan kewajiban perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Jika hotel ini tidak bisa membuktikan kepatuhan terhadap regulasi tersebut, maka tidak ada alasan bagi pihak berwenang untuk tidak melakukan tindakan tegas,” tambah jendral lapangan aksi ini.
Aksi berlangsung secara damai , namun pihak hotel tidak memberikan klarifikasi atau menemui massa aksi, memicu kekecewaan lebih lanjut.
“Kami tidak akan berhenti. Kami akan terus melakukan aksi berjilid-jilid sampai ada penutupan hotel dan klarifikasi resmi atas kejadian yang menimpa korban, seorang anak berusia *6 tahun* ,” pungkas Gube,
Publik kini menanti sikap tegas dari pihak berwenang , apakah insiden ini akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan menyeluruh, atau justru dibiarkan tanpa kejelasan.
Sementara masyarakat berharap adanya penegakan hukum yang adil, kelalaian dalam sistem keselamatan dan pengelolaan hotel tetap menjadi pertanyaan besar yang harus segera dijawab. (**).